![]() |
Presiden Prabowo Subianto. |
JAKARTA, GebrakNasional.Com – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dinilia harus dititikberatkan pada penguatan pengawasan serta fungsi Polri yang telah dimiliki saat ini, bukan menambah wewenang untuk menempatkan personel di luar instansi.
Diketahui, institusi yang dipimpin Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu dalam beberapa waktu terakhir mendapat sorotan tajam dari publik, usai mencuatnya sejumlah kasus hukum yang menyeret oknum Korps Bhayangkara itu.
Namun pada saat yang sama, Polri juga perlu dibekali wewenang yang dapat menyesuaikan penanganan perkara, sesuai dengan dinamika persoalan yang terjadi di era modern.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam menilai, pembahasan revisi UU Polri semestinya tidak hanya dititikberatkan pada penambahan wewenang instansi Polri. Tetapi juga fokus bagaimana memperkuat wewenang yang telah dimiliki instansi tersebut pada saat ini.
“Satu, kebutuhan dinamika masyarakat seperti apa. Yang kedua, dalam konteks internal, untuk memastikan anggota bekerja profesional, bagaimana pengawasan. Termasuk juga pengawasan eksternal oleh Kompolnas,” kata Anam kepada wartawan, Selasa, 08 April 2025.
Diektahui sebelumnya, pembahasan revisi UU Polri sempat dibahas Presiden Prabowo saat berbincang dengan sejumlah pemimpin redaksi media nasional di kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat (Jabar), Minggu, 06 April 2025.
Menurut Prabowo, Polri harus diberi wewenang yang cukup untuk melaksanakan tugasnya sebagai aparat penegak hukum.
Selama ini, Polri telah diberi wewenang untuk memberantas kasus kriminalitas, seperti penyelundupan, narkoba, hingga melindungi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Secara lengkap, tugas dan wewenang Polri itu diatur dalam Pasal 14 hingga Pasal 19 UU 2 Tahun 2002. Dalam konteks ini, Presiden menganggap wewenang yang dimiliki korps berseragam coklat itu sudah cukup.
“Kalau dia sudah diberi wewenang cukup, ya kenapa harus ditambah? Jadi ini tinggal kita menilai secara arif gradasi itu,” ujar Prabowo.
“Ya saya kira cukup, kenapa kita harus ya kan mencari-cari menurut saya?,” imbuhnya.
Hal senada dikatakan Komisioner Kompolnas, Choirul Anam Anam. Menurutnya, penambahan wewenang Polri semestinya disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan zaman.
“(Persoalannya) apakah ada kebutuhan untuk penyesuaian dengan dinamika di masyarakat yang berkembang. Itu yang paling penting,” ujarnya.
Dia mencontohkan bagaimana membuktikan kejahatan dalam konteks digital. Kasus kejahatan siber saat ini telah berkembang dalam berbagai bentuk, mulai dari phising, cyber terorism, ransomware, carding, skimming, cyber bullying, hingga doxing.
Bila aturan yang dimiliki Polri tidak disesuaikan, kata Anam, maka akan sulit melakukan penegakkan hukum dalam kasus yang terjadi di ranah digital.
“Kalau kita ikut logika berpikir pembuktian yang masa lalu, ya enggak akan ada penegakan hukum yang maksimal. Karena, logika pembuktian dalam konteks digital berbeda dengan konteks konvensional,” jelasnya.
Oleh sebab itu, kata dia, penting bagi aparat penegak hukum untuk memahami dinamika yang berkembang dalam revisi UU Polri.
Sehingga, revisi tidak hanya menitikberatkan hanya pada persoalan penambahan wewenang Polri di luar instansi, tetapi juga memperkuat wewenang yang telah dimiliki, terutama di internalnya.
“Kalau soal kewenangan ditambah dikurangi, cukup atau tidak cukup, ya itu ujung setelah kita tahu perkembangan masyarakat dan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjaga ketertiban keamanan masyarakat dan untuk memaksimalkan penegakan hukum,” pungkasnya.
Di sisi lain, Kompolnas juga menyoroti maraknya kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oknum anggota Polri.
Beberapa kasus yang cukup mendapat sorotan publik, di antaranya dugaan intimidasi band Sukatani, pemerasan penonton Djakarta Warehouse Project 2024, penembakan siswa SMK di Semarang, hingga kasus Polisi bunuh Polisi di Solok dan Bogor.
Anam mengatakan, pengawasan terhadap Polri perlu diperkuat untuk memastikan mereka dapat bekerja profesional sesuai prosedur yang berlaku.
“Banyak pelanggaran dilakukan oleh anggota-anggota, bahkan ada yang melakukan perbuatan jahat. Apakah pengawasan internal cukup ataukah perlu diperkuat agar memastikan kepolisian bisa profesional dan kinerjanya bisa baik. Misalnya, propam apakah diperkuat (dalam RUU Polri),” kata Anam. (*/red)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar