Selasa, 14 Januari 2025

Kasus Cap Emas Ilegal, Tujuh Mantan Pejabat PT Antam Didakwa Rugikan Negara Rp 3,3 Triliun


JAKARTA, GebrakNasional.Com – Sebanyak tujuh mantan pejabat Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam didakwa melakukan perbuatan melawan hukum karena mencantumkan cap “Logam Mulia (LM) Antam” hingga nomor seri tanpa prosedur pada logam emas milik swasta.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut, perbuatan para pelaku diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara hingga Rp 3.308.079.265.127,04 (Rp 3,3 triliun).


“Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara yaitu sebesar Rp 3.308.079.265.127,04,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 13 Januari 2025.


Ketujuh mantan pejabat Antam itu adalah Vice President UBPP LM periode 5 September 2008 sampai 31 Januari 2011, Tutik Kustiningsih; Vice President UBPP LM periode 1 Februari 2011 sampai 28 Februari 2013, Herman.


Kemudian, Vice President, Business Unit Head atau General Manager UBPP Logam Mulia periode 1 Maret 2013 sampai dengan 14 Mei 2013, Tri Hartono; Senior Executive Vice President Logam Mulia Business Unit Head (UBPP LM).


Lalu, General Manager (SVP) UBPP LM Antam, Abdul Hadi Aviciena, periode 1 Agustus 2017 sampai 5 Maret 2019;, General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 6 Maret 2019 sampai 31 Desember 2020; dan General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 1 Januari 2021 sampai 30 April 2022, Iwan Dahlan.


Kegiatan Bisnis Pemurnian


Dalam surat dakwaannya, Jaksa menjelaskan, PT Antam memiliki beberapa unit bisnis guna menunjang dan mengembangkan usaha pertambangan.


Salah satu anak sayap usaha itu adalah UBPP LM yang bergerak di bidang pemurnian emas dan perak, peleburan emas dan perak, mengolah limbah dan lingkungan, hingga memelihara pabrik.


Secara umum, pemurnian dilakukan untuk memisahkan emas, perak, platina, dan paladium dari unsur-unsur “pengotor”. Kegiatan ini juga disebut sebagai jasa pemurnian atau emas cucian dengan produk emas batangan berstandar “Logam Mulia”.


Bahan baku peleburan berasal dari pelanggan berupa emas rongsokan yang dimurnikan, dicetak menjadi batangan, dan dicap dengan logo LM dan London Bullion Market Association (LBMA) sebagai tanda sertifikasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).


Emas yang dilengkapi sertifikat LBMA dijamin asal usulnya tidak bersumber dari tambang ilegal, melanggar HAM, terorisme, dan dipastikan memiliki kadar 99,99 persen.


“Sehingga memiliki nilai tinggi di pasar internasional,” kata Jaksa.


Perbuatan Para Terdakwa


Dalam uraiannya, Jaksa menyebut, para pejabat Antam itu melakukan kegiatan jasa lebur cap emas dan jasa pemurnian emas dengan pelanggan Lindawati Effendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu.


Kegiatan ini, kata Jaksa, dilakukan tanpa kajian bisnis intelijen dan kajian informasi potensi peluang secara akurat.


Selain itu, para pejabat Antam tersebut tidak melakukan studi kelayakan tentang risiko bisnis kegiatan jasa lebur cap emas dan jasa pemurnian emas.


Ketujuh pejabat emas itu juga disebut tidak melakukan pemeriksaan atau Know Your Customer (KYC) atau Due Diligence terhadap emas milik Lindawati dan kawan-kawan.


“Sehingga tidak diketahui asal usul perolehan dan legalitas emas tersebut,” ujar Jaksa.


Menurut Penuntut Umum, kerja sama jasa lebur cap emas dan jasa pemurnian emas itu dilakukan tanpa delegasi kewenangan dari Direksi PT Antam.


Tarif yang ditetapkan untuk jasa lebur dan pemurnian itu juga lebih rendah dari tarif resmi yang ditetapkan.


Lebih lanjut, kata Jaksa, tindakan melekatkan logo “LM”, nomor seri, dan sertifikat LBMA kepada emas batangan para pelanggannya juga merugikan PT Antam sendiri.


“Sehingga menjadi kompetitor atau pesaing bagi produk manufacture PT Antam Tbk, mempengaruhi pangsa pasar PT Antam Tbk yang mengakibatkan hilangnya pendapatan yang seharusnya diterima oleh UBPP LM – PT Antam,” ujarnya.


Karena perbuatannya, ketujuh mantan pejabat Antam itu didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (*/red)

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Tulis komentar

Berita Terbaru

Back to Top