Jakarta // GebrakNasional.com -- Siapa pun dia dalam rangkaian Peristiwa di "Rumah Dinas Polri Duren Tiga", Jakarta Selatan (Jaksel), termasuk pengatur skenario di baliknya, berempatilah dengan menjernihkan upaya penyingkapan peristiwa sesungguhnya.
Pemerhati Budaya dan Kepolisian, Suryadi, M.Si di Jakarta, Jumat (22/7/22) mengatakan, tak guna menyembunyikan diri, karena setiap kejahatan meninggalkan jejak.
"Seminim apa pun jejak, polisi pasti menjadikannya petunjuk pengungkapan. Nanti, akan lebih malu bila mengulur-ulur, lantas ketika terungkap seperti sandiwara berseri," Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL) itu mengingatkan.
Sampai pekan ini, kejadian tersebut sudah lebih dari dua pekan berlalu atau lebih dari 10 hari sejak polisi mengungkapkan kepada publik.
Wakil Sekjen Lembaga Kebudayaan Nsional (LKN) itu mengimbau, “Siapa pun yang ada dalam rangkaian membangun peristiwa hingga berlarut-larut seperti sekarang ini, tolong pekalah. Rasanya kok kemanusiaannya sudah tumpul ya."
Coba lihat, lanjutnya, kini rasa penasaran masyarakat terbangun. Mereka bertanya-tanya apa yang sesungguhnya terjadi di tengah beragam pandangan dari berbagai kalangan. Itu semua lantaran mereka damba rasa aman, sementara korban terus berjatuhan.
"Brigadir J sudah meninggal masih harus tersiksa terus lantaran ulahmu (pelaku). Seharusnya ia sudah tenang dimakamkan, kini jenazahnya malah harus diusung diotopsi dalam rangkaian pengungkapan. Coba, dimana rasa kemanusiaanmu," urainya.
Jika itu pembunuhan biasa, lanjut Suryadi, alm sudah tenang di alam sana. "Kasihan dia, belum lagi balutan suasana berkabung di keluarganya," ia mengetuk hati pihak-pihak terkait, baik dalam peristiwa pembunuhan itu maupun pengungkapan.
Korban Berjatuhan
Di mata Suryadi, Bharada E (baca: pangkat terendah Polri) sejak awal-awal sudah "dihukum" sebagai pelaku penembakan. Padahal, lanjutnya, sesungguhnya dia kini juga korban kesadisan si penggulir skenario ke publik.
"Belum lagi PC. Terang-terangan atau terselubung, dia sudah jadi korban dihukum oleh publik sebagai pemicu pembunuhan. Mustinya, karena dia masih hidup, dialah yang ‘harus disayang’ dan dijaga baik-baik demi pengungkapan tuntas kabut yang menutupi latar belakang peristiwa sesungguhnya,” urainya.
Kadiv Propam Polri, penghuni rumah dinas yang jadi TKP dan suami PC, sudah lebih dahulu dinonaktifkan oleh Kapolri. Kini, lanjutnya, korban bertambah lagi seorang Pamen dan seorang Pati Polri. Keduanya, Kapolrestro Jaksel dan Karo Paminal Div Propam Polri, dinonaktifkan pula oleh Kapolri.
Apa pun latar belakangnya, kata Suryadi, keduanya sudah dinonaktifkan dan publik tahu itu. Risikonya, mereka menerima dampak dari komunikasi publik yang kian liar mengundang tanya. Keduanya, jadi pemecah kosentrasi publik yang cuma berinterpretasi-interpretasi.
"Penonaktifan keduanya, tidak bisa dilihat sekadar risiko jabatan. Berada dalam tekanan atau tidak, lebih mendasar lagi daripada itu, yang mereka alami kini merupakan akibat perbuatan pelaku kejahatan dan pengatur skenario yang bertujuan membentuk opini publik," kata Suryadi.
Polrestro Jaksel yang awal-awal menangani kasus ini. Kemudian, Kapolrestro memberikan keterangan yang begitu meyakinkan tentang terbunuhnya J dalam tembak menembak dengan E. Latarbelakangnya, pelecehan dan percobaan pembunuhan terhadap PC di rumah dinas suaminya, IJP FS, seorang petinggi Polri.
Selang setelah itu, Karo Penmas Div Humas Polri juga memberikan keterangan, yang malah mempertegas penjelasan Kapolrestro Jaksel.
Suryadi sekali lagi mengimbau pelaku, cepat muncul dan serahkan diri. Di lain sisi, lanjutnya, diperlukan dukungan Kapolri yang kian membuat tenang anggotanya saksama dan cermat menelusuri jejak kejadian dan latar belakang yang sesungguhnya.
Sebab, makin lama terungkap akan makin bertambah korban, termasuk para keluarga mereka yang “makan hati” disorot dan terus digunjingi publik. Padahal sebenarnya, katanya, saat ini banyak di antara masyarakat cuma terjebak syakwasangka belaka. (Wie/Red)
Tidak ada komentar:
Tulis komentar